Selasa, 30 Oktober 2007

Tatu, Adik Kandung Gubernur Banten Mulai Manggung Lewat PMI Banten

PMI Pusat Nilai Merah Bagi Kinerja PMI Banten

Cilegon — Kinerja pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) wilayah Banten pada tahun 2006 sangat lemah. Dalam evaluasi program tahunan, PMI Banten mendapat nilai merah, dari pengurus pusat. Kendati demikian, PMI Banten punya komitmen dan bertekad untuk memperbaiki prestasi buruk tersebut.

Oleh : Yusvin Karuyan

“Nilai kita (PMI Banten- red) tahun lalu merah. Harus diakui masih banyak kelemahan kita dalam melakukan program PMI. Namun, kedepan kita harus dapat merubahnya. Dan saya berjanji akan lebih meningkatkan koordinasi program kerja, antara pengurus kabupaten dan kota di Banten," ujar Tatu Chasanah, Ketua PMI Banten, saat road show ke kantor PMI Cabang Cilegon, Selasa (30/10).

Tatu Chasanah yang juga adik kandung Atut Chosiyah, Gubernur Banten bertekad dapat memperbaiki prestasi PMI Banten. Dia meminta masukan dan aspirasi dari semua pengurus kabupaten dan kota di Banten."Saya minta rekapan inventarisasi kebutuhan apa saja yang diperlukan oleh pengurus kabupan dan kota. Silahkan disampaikan ke pengurus wilayah, agar dapat ditindak lanjuti. Kalau selama ini kita kurang koordinasi, saya minta maaf," ujarnya di hadapan, Ketua PMI Cilegon, Edi Ariadi, serta sejumlah pengurus PMI Cilegon lainya.

Sementara itu, Edi Ariadi yang juga menjabat sebagai Sekda Kota Cilegon mengatakan, pihaknya telah membuat dan menyusun program kerja tahunan, agar lebih baik lagi. Dia mengatakan, pihaknya juga terus berupaya meningkatkan kiprah PMI di tengah-tengah masyarakat. Melalui, berbagai kegiatan sosial yang ada.

"Dalam waktu dekan, PMI Cilegon akan menjadi tuan rumah pelaksanaan Tsunami Driil, yang akan digelar di Ciwandan. Ini kegiatan skala nasional, setelah dilakukan di Bandung dan Padang beberapa waktu lalu," ujar Edi. Kegiatan PMI Cilegon dikelompokan menjadi empat bidang. Yakni meliputi, bidang Unit Tranfusi Darah (UTD) diklat pembinaan SMD, siaga bencana bantuan dan sosial, dan bidang pengembangan sumber dana.

“Berkaitan dengan pengembangan sumber dana ini, PT Angkutan Sungau Danau dan Penyeberangan (ASDP) Merak, menjadi instansi yang paling besar memberikan kontribusi, melalui galang dana PMI. Kita berharap, setiap tahun target kita terus meningkat,” harapnya, seraya menambahkan ikut bertekad memperbaiki citra dan prestasi yang ada.

Kepala Unit Tranfusi Darah Cilegon (UTDC), Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Kota Cilegon, dr. Yudi Harirsyah mengatakan, kebutuhan darah di Cilegon khususnya, dan Banten umumnya setiap tahunnya mengalami peningkatan. Agar dapat mencukupi kebutuhan darah tersebut, PMI se- Banten membentuk sebuah organisasi, yang diberinama Forum Unit Transfusi Darah (FUTD).

Organisasi tersebut dibentuk, untuk saling membantu dalam mengcukupi ketersediaan dan stok darah di masing-masing kabupaten dan kota yang ada. "Forum ini sangat membantu sekali. Jadi jika misal di Cilegon sedang kehabisan stok darah bisa dirujuk ke PMI cabang lainya. Begitupun sebaliknya. Perkumpulan ini sangat bagus, sampai-sampia harga sekaontong darah di Banten ini semuanya sama. Yakni seharga Rp. 150 ribu perkantong,"ujarnya.

Kata dia, masalah ketersediaan stok darah ini memang sngat krusial. Sampai sekarang ini, permintaan darah baru dapat dilayani 86 persen dari jumlah permintaan. Tercatat pada tahun 2005, permintaan darah di PMI Cilegon sebanyak 2 ribu kantong. Namun, yang bisa dilayani hanya sebesar 1.500 kantong. Tahun 2066, permintaannya sebanyak 3 ribu kantong, baru bisa dilayani sebanyak 2.600 kantong.

"Sampai akhir bulan September lalu PMI Cilegon baru bisa melayani sebnayak 200 kantor darah. Kita prediksi, sampai akhir tahun, permintaan darah mencapai 4 ribu kantong. Selama ini, untuk mensiasatinya kita mengandalkan donor darah pengganti, selain dari donor darah tetap,"jelasnya.(nr)

sumber: bantenlink.com, Rabu 31 Oktober 2007

Senin, 29 Oktober 2007

Airin Diany, Isteri Cheri Wardana, adik Gubernur Banten


Perempuan-Perempuan Yang Berani Tampil ........



Pemilihan kepala daerah secara langsung kini tak hanya milik kaum Adam. Perempuan pun tak gentar terjun ke kancah politik yang kadang keras, licik, dan tak mengenal belas kasihan itu. Dua perempuan itu adalah Airin Rachmi Diany dan Ayuni Mirlina. Keduanya siap menjajal kemampuan mereka dalam gelanggang politik di daerah masing-masing.


Tiada yang menyangkal bahwa wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat, dan Kabupaten Tangerang, Banten, yang berada di pinggir Ibu Kota merupakan daerah rawan segala urusan.


Kehidupan yang serba sulit acap kali memunculkan tindak kekerasan di segala bidang sekalipun hanya untuk bisa sekadar mengisi perut. Pada sisi lain, kemiskinan dan keterbelakangan membelenggu warganya yang sebagian adalah kaum urban. Niat mulia pimpinan daerah untuk memperbaiki keadaan demi menyejahterakan warganya sudah pasti akan mendapat tantangan berat, baik dari sikap masyarakat maupun kondisi wilayahnya sendiri.


Toh gambaran itu tak menyurutkan niat Airin Rachmi Diany (31) dan Ayuni Mirlina (43) untuk maju bersaing dengan para lelaki dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) yang sama-sama diadakan pada Januari 2008.


Airin yang masuk bursa sebagai calon wakil bupati Tangerang mendampingi calon bupati Tangerang Jazuli Juwaeli diusung oleh enam partai politik, yakni Partai Bulan Bintang, Partai Bintang Reformasi, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Syarikat Islam, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera.


Pasangan itu sudah resmi mendaftarkan diri untuk mengikuti pilkada tahun 2008 ke Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tangerang pada Jumat (26/10).


Adapun di Bekasi, Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung Ayuni Mirlina, akrab dipanggil Lina, tengah mengupayakan berkoalisi dengan partai lain untuk maju ke Pilkada Kota Bekasi. Posisi Lina memang belum jelas, akan menjadi calon wali kota atau wakil wali kota, sebab wadah untuk berkoalisi belum tercipta. Yang jelas, karena perolehan suara PAN di Kota Bekasi masih di bawah 15 persen, mau tak mau partai itu harus menggandeng partai politik lainnya.


Genderang laga di arena pilkada di Kota Bekasi dan Kabupaten Tangerang sudah ditabuh. Hari-hari ini merupakan saat memulai pekerjaan berat karena ,pertempuran segera dimulai.


Apa yang mendorong dua perempuan itu berani meninggalkan kehidupan pribadinya untuk meningkatkan peran perempuan di bidang politik?


“Di Kota Bekasi, saya melihat peran dan keterwakilan perempuan masih kurang banyak. Apalagi di level pengambil kebijakan, khususnya di lembaga eksekutif di Kota Bekasi ini, keterlibatan perempuan boleh dikatakan tidak ada,”; jawab Lina.


Harus dilakukan perubahan, lanjut Lina.” Perempuan Bekasi harus mendapat kesempatan yang sama seperti laki-lakinya,” ujarnya menambahkan.


Ketika ditemui pada Kamis pekan lalu di rumahnya di kompleks Persada Kemala, Jakasampurna, Kota Bekasi, ibu dari Kusna Oktobrianto Prakoso dan Bella Putri Maharani ini mengakui ketertarikannya pada politik tak lepas dari dorongan dan dukungan keluarga, terutama ayah dan suami.


Dibesarkan dari keluarga yang berpaham Muhammadiyah, alumnus pendidikan Magister Manajemen Universitas Budi Luhur Jakarta tersebut memantapkan langkah ke partai yang dideklarasikan oleh Amien Rais itu. PAN adalah partai yang plural religius dan nasionalis. Di partai ini tidak ada pembedaan terhadap laki-laki dan perempuan," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 29 Oktober 1964.


Menurut Lina, perempuan harus berani terjun dan terlibat dalam dunia politik, seperti halnya kaum laki-laki. Keterlibatan perempuan sudah seharusnya meningkat dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, yang juga mengamanatkan keterwakilan perempuan dalam partai politik.


Direktur Utama PT Asoka Perkasa Kemala Cipta—perusahaan yang bergerak di bidang jasa periklanan dan penyedia alat kesehatan—ini dikenal sebagai aktivis di banyak organisasi. Selain menjabat Ketua Departemen Badan Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat PAN, istri Koesnanto ini juga aktif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, dan memimpin Yayasan Generasi Sehat Indonesia Sehat.


“Target saya, tentu menang,” ujar Lina lugas. Selain menang dalam pilkada ini, saya juga berupaya membangun kesetaraan jender. “Saya berharap di Kota Bekasi akan muncul perempuan-perempuan yang mampu menjadi pemimpin baru,” ujar perempuan yang selalu mempersiapkan keberangkatan putrinya ke sekolah itu.


Senada dengan Lina, Airin yang menjadi ibu dua anak hasil perkawinannya dengan pengusaha Banten, Tb Chaeri Wardana, berpendapat bahwa menghadirkan lebih banyak perempuan dalam tatanan politik amat penting. Tujuannya, agar lebih banyak tercipta aturan berpihak kepada perempuan dan anak- anak.


Akan tetapi, awal ketertarikannya bertarung memperebutkan kursi wakil bupati justru lebih banyak karena ia ingin bersinergi dengan kakak iparnya, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Dari pihak keluarga, tak ada niat menyiapkan saya untuk menguasai jabatan di Banten. Tapi kalau saya terpilih, saya ingin menyinergikan program pemerintah provinsi dengan kabupaten, tutur Airin yang tidak menampik pencalonan dirinya akan memunculkan kecurigaan adanya nepotisme. “Tapi, apa benar jika keluarga saya menjadi gubernur lalu saya tidak boleh ikut pilkada?”katanya.


Airin mengatakan, justru kedekatan dirinya dengan Gubernur Banten akan memperlancar sinergi dalam pembangunan. Yang penting, semua dilakukan secara transparan, kata Airin yang berkunjung ke Redaksi Kompas di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta, Jumat pekan lalu.


Dalam pandangannya, sinergi sangat dibutuhkan mengingat sejak otonomi daerah diterapkan, sering kali program pembangunan antara provinsi dan kabupaten tidak sinkron, terkotak-kotak. Padahal, mestinya program pembangunan itu harus saling mendukung demi menyejahterakan masyarakat.


Notaris dan alumnus program magister hukum tersebut mencontohkan kebingungan warga miskin Tangerang perihal kebijakan sekolah gratis yang amat mereka butuhkan.


Jika hal itu ditanyakan ke Pemerintah Provinsi Banten, jawaban pelaksanaannya diserahkan ke dinas pendidikan kabupaten.. “Dari kasus ini saya belajar, ternyata harus ada orang yang mau mendengar keinginan masyarakat lalu menyampaikannya kepada pimpinan di daerah dan provinsi untuk dibuat program secara utuh,” lanjutnya.


Airin yang lahir di Banjar, Jawa Barat, pernah menjuarai lomba Mojang se-Jawa Barat tahun 1995 dan terpilih menjadi Puteri Pariwisata dan Puteri Favorit pada pemilihan Puteri Indonesia tahun 1996. Ia sebenarnya tak tertarik ke dunia politik.


Sebagai adik ipar Ratu Atut (waktu itu menjadi Wakil Gubernur Banten), hal itu membawa dirinya aktif menjadi penyambung lidah rakyat di Kabupaten Tangerang.


Waktu Atut mulai berkampanye, ia ikut memperkenalkan kakak iparnya itu kepada warga Kabupaten Tangerang. Ia harus berkeliling ke banyak wilayah di kabupaten yang luasnya hampir dua kali wilayah Provinsi DKI Jakarta itu. “Saya malah senang karena bisa mendengar harapan masyarakat,” tuturnya.


Setelah perkenalannya dengan warga Kabupaten Tangerang berjalan sekitar setahun, Agustus lalu ia baru menyatakan kesediaannya dicalonkan menjadi wakil bupati Kabupaten Tangerang.


Konsekuensinya, ia kembali harus berkeliling ke wilayah itu, tentu atas izin suami. “Sudah empat bulan ini saya selalu meninggalkan rumah pukul 08.00 pulang pukul 24.00,” urainya.


Ia berusaha sebanyak mungkin menyerap aspirasi rakyat guna menjadi programnya jika kelak terpilih sebagai wakil bupati. Dalam evaluasinya, tiga bidang penting sangat dibutuhkan masyarakat Kabupaten Tangerang, yakni pendidikan mulai dari sekolah gratis sampai penyediaan sekolah dan guru yang memadai, sarana kesehatan yang mudah dijangkau warga, serta peningkatan ekonomi masyarakat.


Di luar harapan bisa menyumbangkan sesuatu untuk masyarakat, Airin tetap memperhitungkan risiko sebagai pimpinan daerah. “Lihat saja berita di media massa, banyak sekali bupati wakil bupati diadili karena sangkaan korupsi. Itu berarti saya harus sangat hati-hati tanda tangan surat-surat. Terus terang, latar belakang pendidikan hukum sangat membantu saya," kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung itu.



SOELASTRI SOEKIRNO dan COKORDA YUDHISTIRA
Sumber: KOMPAS, Senin 29 Oktober 2007

Sabtu, 20 Oktober 2007

Ayah Atut Dukung Proyek Jembatan Selat Sunda

SERANG — Rencana dua provinsi (Banten dan Lampung) untuk segera merealisasikan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai kalangan, di antaranya pengusaha. Dukungan para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Banten itu disampaikan Ketuanya, Tb Chasan Sochib dalam acara buka puasa bersama para pendekar yang tergabung dalam PPSBBI, keluarga besar Kadin Banten, DHD 45, Satuan Karya (Satkar) Ulama dan organisasi kemasyarkatan lainnya, Selasa (9/10) di Hotel Le Dian, Serang.

Menurut Tb Chasan Sochib, sinyal kuat bahwa JSS segera terealisasi dapat diketahui ketika Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan sambutan dalam acara buka puasa bersama dengan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah di gubernuran beberapa hari sebelumnya. “Beliau (Presiden-red) juga mengingatkan para pejabat,LSM, partai dan masyarkat Banten agar menjaga keamanan dan penegakan hukum. Sehingga cita-cita yang digagas dalam proyek JSS dapat berjalan sesuai rencana,” kata Chasan Sochib, mengutip pernyataan Presiden SBY dalam rilisnya yang diterima Radar Banten, kemarin.

Berkaitan dengan itu, Chasan Sochib mengajak semua lapisan masyarkat Banten untuk mendoakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah agar diberi kekuatan lahir batin.

Selain proyek JSS, Chasan Sochib juga meminta seluruh lapisan masyarkat mendukung beberapa proyek besar lainnya di Banten seperti Waduk Karian, pabrik semen di Bayah, pembangkit tenaga listrik dan pelabuhan Bojonegara dapat dilaksanakan sesuai rencana.

Sementara itu, masih dalam rilisnya, Chasan Sochib juga menerima laporan berita acara pendistribusian zakat, infak, sodakoh dan santunan darinya berupa 20 ton beras. Beras sebanyak itu dibagi lagi menjadi 2000 paket yang per paketnya berisi 10 kg beras dan sejumlah uang yang diberikan kepada fakir miskin, kaum dhuafa dan yatim piatu. Selain beras dan uang, juga dibagikan ratusan bingkisan berupa baju koko dan kain sarung bagi anggota Satkar Ulama, karyawan Kadin Banten, Hiwasi, DHD 45 dan Pepabri (man)

Sumber: Radar Banten, 18/10-2007

Atut Didorong Menjadi Ketua APPSI

SERANG — Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah disebut-sebut akan dicalonkan menjadi Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) pada Rapat Kerja (Raker) APPSI yang akan dimulai tanggal 22 Oktober mendatang.

Seperti diungkapkan Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Banten Syafrudin Ismail, pertemuan APPSI yang akan digelar di Jawa Timur itu, salah satu agendannya adalah pergantian posisi Ketua APPSI yang sebelumnya dijabat Sutiyoso yang telah habis masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta yang kini dipegang Fauzi Bowo. “Agenda lainnya adalah rapat kerja,” ungkap Syafrudin yang dihubungi, Rabu (17/10).

Ia membenarkan adanya dukungan dan dorongan kepada Gubernur Banten untuk menduduki posisi Ketua APPSI pada periode mendatang.

Sebelumnya di tempat terpisah Gubernur Banten Rt Atut Chosiyah saat ditemui wartawan mengungkapkan tak menampik adanya dukungan tersebut. “Kalau manfaatnya besar buat Banten saya akan maju. Tapi jika hanya akan membebani APBD Banten lebih baik tidak,” tandas Atut.

Ia menyebutkan,s elain dirinya dua gubernur lain yang juga sebagai calon kuat adalah Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. “Gorontalo juga menginginkan posisi itu, tapi tampaknya anggota APPSI akan kembali bersepakat memilih Gubernur DKI Jakarta sebagai ketua. Saya (Banten-red) cukup di posisi wakil ketua saja, yang penting Provinsi Banten tetap eksis di APPSI,” tukas Atut. (esl)
Sumber: Radar Banten, 18/10-2007

Kamis, 18 Oktober 2007

Tanah Puspemprov Banten Dibebaskan Chasan Sochib

Pembebasan Lahan Puspemprov Banten Rp 104 M

Serang — Pengadaan tanah untuk Pusat Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Banten di Curug, Kabupaten Serang, kembali menjadi sorotan setelah Atut Chosiyah, Plt Gubernur Banten, mengajukan dana tambahan Rp 29 miliar dalam perubahan APBD Banten 2006.
Padahal, tanah Pemprov yang luasnya 60 hektare itu telah menghabiskan dana Rp 75 miliar yang tercantum dalam anggaran tahun-tahun sebelumnya. Dengan tambahan itu, berarti biaya pembebasan lahan Puspemprov Banten mencapai Rp 104 miliar.
“Jika Pemprov memang berniat membangun pusat pemerintahan, lahan seluas 57 hektare itu sudah cukup untuk dimulainya pembangunan, tidak perlu hingga 60 hektare. Sisanya, 2,8 hektare tahun 2006 ini terkesan dipaksakan untuk dibebaskan. Terbukti, dalam rencana perubahan APBD yang disebabkan tidak tercapainya pendapatan, malah muncul tambahan anggaran untuk pembebasan tanah. Ini bagaimana?” kata Yayat Suhartono dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPRD Banten, Minggu (11/6).
Kepala Biro Humas Pemprov Banten Eneng Nurcahyati belum bisa dikonfirmasi soal ini. Ketika didatangi di kantornya, menurut stafnya, Eneng tengah sibuk rapat dengan Sekwilda Banten Hilman Nitiamidjaja. Ketika dihubungi melalui telepon selulernya, tidak pernah ada jawaban, selain mailbox.
Yayat Suhartono membenarkan, dalam tahun-tahun anggaran sebelumnya, tercantum total biaya Rp 62,5 miliar untuk pembebasan lahan pusat pemerintahan seluas 60 hektare. Namun, Pemprov baru berhasil membebaskan sekitar 57 hektare yang dibeli dari Chasan Sochib, ayah Atut Chosiyah Plt. Gubernur Banten yang waktu itu masih menjadi Wakil Gubernur Banten.
Atut Chosiyah dalam sambutan pembahasan nota perubahan APBD 2006 di DPRD Banten, Rabu (31/5) menyebutkan 12 pos anggaran yang diajukan untuk ditambah dengan alasan kepentingan yang mendesak terhadap tugas pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Di antara 12 pos itu terdapat penyediaan lahan Rp 29 miliar untuk pusat pemerintahan. Pos ini juga termasuk membebaskan lahan dan bangunan yang berada di pinggir jalan di sekitar lahan pusat pemerintahan.
Yayat Suhartono merasa heran dengan penetapan harga pembebasan lahan di Gowoksentul, Curug itu. “Masak kenaikan harga yang melejit itu hanya per blok hingga mencapai Rp 473.000/m2, sedangkan blok-blok lainnya tidak mengalami kenaikan,” katanya, seraya menambahkan setahun lalu harga tanah masih berkisar Rp 150.000/m2.
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkab Serang, Bustomi, mengatakan Panitia 12 hanya menetapkan harga bawah Rp 200.000/m2 dan harga tertinggi Rp 500.000/m2. “Kalau harga Rp 473.000 per m2 bukan hasil penetapan Panitia 12, tetapi hasil musyawarah antara Pemprov Banten yang diwakili Kabiro Perlengkapan Sukiya dengan Chasan Sochib. Hasil kesepakatan itu dituangkan dalam bentuk berita acara yang disaksikan Panitia 12,” ujarnya.Bustomi mengatakan, harga batas bawah dan batas atas (range) ditetapkan berdasarkan harga pasaran, NJOP dan survei yang dilakukan Pemkab Serang. Sedangkan Chasan Sochib mengajukan harga berdasarkan survei dari Sucofindo. “Angkanya tidak terlalu jauh, jadi kami menetapkan range harga itu,” ujarnya. (iman nur rosyadi)
sumber: HU Sore Sinar Harapan, 12 Juni 2006
Selasa, 06 Juni 2006
Pembangunan Puspemprov Banten Terganjal Pembebasan
Serang, Kompas - Pembangunan kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten terganjal persoalan pembebasan lahan. Meski anggaran yang digunakan sudah mencapai ratusan miliar rupiah, pembebasan lahan belum juga terselesaikan. Diindikasikan, banyak penyimpangan penggunaan anggaran sehingga Badan Pemeriksa Keuangan diminta melakukan audit.
Hingga Senin (5/6), belum seluruh lahan yang akan digunakan untuk Pusat Pemerintahan Provinsi (Puspemprov) Banten di daerah Curug dibebaskan. Dari total luas lahan 62,4 hektar, baru 61,5 hektar yang sudah bebas. Sebagian besar, 59,6 hektar, di antaranya dibebaskan dalam kurun 2003-2005. Sementara 2,8 hektar sisanya dibebaskan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2006 sebesar Rp 12,11 miliar.
Meski demikian, hingga kemarin Pemprov Banten baru membebaskan lahan seluas 1,9 hektar. Bahkan, pemprov kembali mengusulkan dana pembebasan lahan dalam perubahan APBD 2006 dengan nilai Rp 13 miliar.
"Dana Rp 12,11 miliar itu seharusnya digunakan untuk membebaskan 2,8 hektar. Tetapi, kenapa pemprov hanya bisa membebaskan 1,9 hektar saja," ujar anggota Komisi I Ratu Tinty Fatinah Chatib kepada wartawan, Senin (5/6).
DPRD kecewa karena pemprov tidak segera menyelesaikan masalah pembebasan lahan. "Kalau sudah diselesaikan, pasti muncul masalah baru. Banyak warga pemilik lahan yang mengadu belum mendapat ganti rugi. Bahkan sekarang masih ada empat titik seluas 8.300 meter persegi yang gagal dikuasai. Padahal, uangnya sudah dibayarkan," imbuh La Ode Asrarudin, anggota Komisi I lainnya.
Selain itu, mereka juga kecewa karena pemprov sudah berulang kali mengusulkan penambahan dana pembebasan. Oleh karena itu, Komisi I mendesak pemprov menyelesaikan pembebasan lahan maksimal pada tahun 2006 ini.
Lebih jauh, Komisi I mendesak BPK untuk melakukan audit terhadap proyek pembebasan lahan dan pembangunan kawasan Puspemprov Banten. Alasannya, ada indikasi penyimpangan anggaran dalam proyek tersebut. "Soal kepastian ada tidaknya penyimpangan, itu yang menentukan BPK. Hal yang jelas, kami meminta BPK melakukan audit," tegas Tasril Jamal.
Lampu penerangan.
Dari Bekasi dilaporkan, kalangan DPRD juga mempertanyakan proyek pengadaan 23 titik lampu penerangan di kantor-kantor instansi Pemerintah Kota Bekasi senilai Rp 680 juta. Pasalnya, pengerjaan proyek yang diajukan Bagian Umum Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Bekasi dan dibiayai APBD itu sudah hampir selesai meski proyeknya sendiri masih dalam proses tender.
"Ini benar-benar aneh. Proses lelang dan pembangunannya berjalan simultan. Saya tegas menyatakan, ini ada pelanggaran dalam prosedur pengadaan dan harus dibatalkan," kata Ketua DPRD Rahmat Effendi seusai rapat kerja Komisi A dan Komisi B dengan Bagian Umum Setda Pemkot Bekasi. (nta/cok)
sumber: HU Kompas

Tanah Calon RS Banten Ternyata Milik Atut Chosiyah

21-08-2007
FRAKSI GOLKAR DAN PKB DUKUNG PEMBEBASAN LAHAN RS BANTEN
General - Dua Fraksi di DPRD Banten yaitu Fraksi Golkar dan Fraksi PKB dengan tegas mendukung rencana pembebasan lahan seluas 9.000 meterpersegi masuk dalam perubahan APBD 2007 ini. Bahkan kedua fraksi ini sudah mengintruksikan anggotanya yang duduk di Panitia Anggaran Legislatif (PAL) untuk memperjuangkannya sampai berhasil.
Ketua Fraksi Golkar Rudi E Suherman dalam konferensi persnya menyatakan bahwa pihaknya mendukung penuh rencana pembangunan RS Banten yang didahului dengan masuknya anggaran sebesar Rp10 miliar pada perubahan APBD 2007 untuk memmbebaskan lahannya.
"Pembangunan Rumah Sakit Rujukan itu sudah menjadi kebutuhan masyarakat Banten, kita lihat setiap ada wabah penyakit atau musibah alam, rumah sakit yang ada tidak mampu menampung dan menanganinya," katanya di ruang kerjanya Selasa, (21/8).
Menurutnya, ketika Panitia Anggaran (Panang) DPRD Banten berkunjung ke Departemen Kesehatan (Depkes), Depkes tidak tidak melarang Banten membangun RS Rujukan, bahkan Depkes menyerahkan sepenuhnya kepada kemampuan dan kemauan Pemprov Banten.Ia yakin, jika Pemprov Banten serius akan membangun RS Rujukan, pemerintah pusat tidak akan tinggal diam dan pasti membantunya.
"Semua rumah sakit termasuk swasta itu mendapatkan bantuan dari pemerintah, jika Banten membangun RS saya yakin pusat juga akan membantunya," ujarnya.Untuk itu, sebagai bukti keseungguhan Pemprov Banten akan membangun RS rujukan, pihaknya mendukung penuh rencana pembebasan lahan untuk RS Banten itu masuk dalam perubahan APBD 2007 ini."Kami sudah menugaskan anggota kita di panang untuk memperjuangkan agar pembebasan lahan itu gol, ini sudah menjadi kebutuhan," katanya.
Hal senada dikatakan Ketua Fraksi PKB Toni Fatoni Mukhson, ia mengaku mendukung rencana pembebasan lahan untuk RS Banten masuk dalam perubahan APBD 2007 ini, meski Depkes belum mengalokasikan anggaran untuk membantunya."Nanti kita upayakan pada APBN 2008 pusat mengalokasikan anggaran untuk RS Banten. Untuk itu pada perubahan APBD 2007 ini anggaran untuk pembebasan lahannya tidak boleh di geser," tegasnya.
Menurutnya, pembebasan lahan seluas 9.000 meterpersegi itu akan menjadi langkah awal dari rencana pembangunan RS Banten. "Jika tidak sekarang dilakukan, kapan akan dimulainya. Kita tidak harus menunggu dai pusat, tetapi kita yang berjuang ke sana," katanya.
Pendapat berbeda dikatakan Wakil Ketua Fraksi PAN Anshor, menurutnya, rencana pembebasan lahan untuk RS Banten sebaiknya ditunda dan jangan dimasukan pada APBD perubahan 2007 ini."Kebutuhannya bukan 9.000 meterpesegi, tetapi bisa jadi lebih dari lima hektar. Jadi sebaiknya nanti saja sekalian pada APBD murni," katanya.
Terlebih menurut Anggota Komisi IV ini, saat ini masih banyak rumah sakit dan puskesmas yang masih membutuhkan perhatian Pemprov Banten agar bisa meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat."Kalau mau, sekarang tingkatkan puskesmas yang ada, karena puskesmas merupakan tempat pelayanan kesehatan paling dekat dengan masyarakat. Itupun kalau benar tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat," tegasnya.***
sumber: DPRDBanten.net

RSU Banten Patungan Pusat

Rabu, 25-Juli-2007, 07:02:28


SERANG – Rencana pengadaan lahan RSU Banten merupakan respon atas adanya bantuan dari pemerintah pusat untuk pembangunan rumah sakit provinsi.
Kasubdin Bina Program Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten Dadang saat dikonfirmasi membenarkan. Dikatakan, dana pembangunan rumah sakit tersebut akan dibiayai dari hasil patungan antara Pemprov Banten dengan pemerintah pusat.
“Komposisi pendanaannya adalah 40 persen APBD dan 60 APBN. Dana hasil patungan itu sepenuhnya digunakan untuk penyediaan lahan, pembangunan fisik, serta pengadaan sarana dan prasarana pendukung lainnya,” kata Dadang, Selasa (24/7). Dijelaskan, pembangunan gedung RSUD sendiri mulai dibangun tahun 2008. “Tahun ini khusus untuk proses pembebasan lahan. Sementara waktu pembangunan dipastikan selesai 2010,” jelas Dadang.
Dikatakan, meski proses pembangunan fisik gedung RSUD hingga 2010, namun pemungsiannya tidak menunggu proses pembangunan selesai. “Jika memang tahun 2008 sudah bisa menyelesaikan ruang rawat inap kelas III maka ruangan itu akan langsung kita fungsikan. Begitu pun seterusnya hingga semua unit bangunan terselesaikan,” terang Dadang.
Ditambahkan, ruang rawat inap untuk kelas tiga akan disediakan minimal 100 tempat tidur, sementara jumlah keseluruhan kapasitas ruang inap RSUD sebanyak 250 tempat tidur. Di tempat terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Banten Adang Sopandi mengungkapkan, rencana pengadaan lahan itu sebagai salah satu syaratnya. “Kita harus menyediakan lahan. Mungkin hingga berdiri pondasi bangunan,” ungkap Adang. Menurutnya, adanya bantuan dri pusat ini merupakan kesempatan yang baik bagi Banten, karena Provinsi Banten belum memiliki rumah sakit rujukan.
“RSUD Serang itu bukan rumah sakit rujukan provinsi, tapi hanya rumah sakit rujukan kabupaten, misalnya dari puskesmas-puskesmas. Terkait kajian, tentu saja ada kajian yang mendalam, menyangkut banyak hal tentunya,” ujar anggota DPRD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini. Menyinggung lokasi bakal lahan, Adang mengatakan, hal itu masih dibahas.
“Hal itu juga kita kaji dari sisi kelayakannya, sesuai dengan type rumah sakit yang akan dibangun,” terangnya. Namun, dia memastikan, lokasinya akan berada di wilayah ibukota provinsi, yakni Serang agar dapat diakses dari seluruh rumah sakit di daerah. “Kalau di Tangerang kan sudah banyak rumah sakit besar dan menjadi rujukan,” terang Adang. (ila/esl)
Sumber: Radar Banten

Minggu, 07 Oktober 2007

Korupsi KP3B Libatkan Isteri Ke-3

Tersangka Korupsi Rp 2,4 Miliar Dipastikan Jadi Sekwan Banten
Serang — Tersangka korupsi lahan KP3B Rp 2,4 miliar, Iya Sukiya dipastikan menjadi Sekretaris DPRD Banten, menggantikan Syarifial yang memasuki masa pensiun. Sukiya yang mantan Kabiro Perlengkapan kini menjabat Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Banten.

Oleh: Andi

“Kalau Komisi I DPRD Banten telah merekomendasikan Pak Iya Sukiya dan hasil Panmus juga sama tidak berkeberatan bahwa yang bersangkutan direkomendasikan sebagai calon Sekwan Banten, berarti semuanya sudah oke dan hanya tinggal menunggu SK dari Ibu Gubernur Banten,” kata Asmudji saat ditemui disela-sela acara pemberian anugerah Syekh Nawawi Award 2007 yang diselenggarakan DPW PKS Banten di Hotel Le Dian Serang, Minggu (7/10).
Dijelaskannya, status tersangka yang saat ini ditetapkan oleh Polda Banten kepada Iya Sukiya, saat pembahasan awal tim Baperjakat di eksekutif tidak terlalu dipersoalkan, yang dibahas saat itu semata-mata hanya pertimbangan karier PNS.
“Ada tiga nama yang saat itu kami sodorkan kepada Komisi I, selain Pak Iya, Kurdi juga Pak Eutik. Dari ketiga orang tersebut golongan yang paling tinggi Pak Iya IV c, sedangkan yang duanya hanya golongan IV b, jadi saat itu status tersangka tidak dipersoalkan, apalagi ini belum ada ketetapan hukum tetap,” katanya.
Sebelumnya, pada Rabu (3/10) Komisi I dalam rapat plenonya menetapkan Kadis Perindagkop Banten, Iya Sukiya menggantikan Sjarifial yang akan pensiun. Selanjutnya rekomendasi Komisi I itu dibawa dalam Panmus DPRD Banten pada Kamis (4/10) juga menetapkan sekaligus menyetujui rekomendasi dari Komisi I tersebut.
Sementara penetapan Iya Sukiya sebagai tersangka oleh Polda Banten dikarenakan Iya diduga telah melakukan tindak pidana korupsi atas pembelian lahan KP3B dengan merugikan keuangan negara sebesar Rp2,4 miliar lebih. Korupsi itu berupa terjadinya dua kali pembayaran atas lahan sertifikat M86.
Kasus ini melibatkan Ratna Komalasari, isteri Chasan Sochib, ayahnya Atut Chosiyah (Gubernur Banten). Sebab pada tahap pertama, Pemprov Banten telah membeli tanah itu berdasarkan akta jual beli (AJB) yang dimiliki Ratna Komalasari pada tahun 2002 sebesar Rp 447,8 juta. Namun tahun 2006, Pemprov Banten melalui Kabiro Perlengkapan Iya Sukiya juga membeli tanah tersebut kepada Imal Maliki yang mengaku telah membeli tanah bersertifikat M86 atas nama Bambang Hariyanto. Pembayaran itu senilai Rp 2,4 miliar.

Tak Peka
Berbagai kalangan masih mempersoalkan fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi I DPRD Banten dan telah disetujui dalam Panmus. Menurut Koordinator Aliansi Rakyat Mengunggat (ARM) Mukhlas SH, hasil fit and proper test DPRD Banten yang memilih Iya Sukiya memperlihatkan ketidakpekaan Panmus terhadap persalan hukum atas korupsi lahan KP3B yang menyeret Iya Sukiya sebagai tersangka.
“Gubernur harus berani menolak siapapun calon pejabat yang terlibat korupsi walaupun pejabat tersebut hasil rekomendasi DPRD Banten, dalam rangka good govermen,” terang Mukhlas.
Hal senada diungkapkan Ketua JERAM Banten Bayu Kusuma. Pihaknya mempertanyakan hasil fit and proper test yang telah dilakukan oleh Komisi I DPRD Banten dalam menyeleksi calon-calon yang layak untuk menjabat sebagai Sekwan DPRD Banten.
“Idealnya ketika ada calon terpilih dari hasil fit and proper test komisi I juga harus mempublikasikan sistem dan parameter yang dipakai dalam seleksi menempatkan pejabat. Dan sampai saat ini komisi I tidak pernah terbuka terhadap hasil fit and proper test yang berkaitan engan penilaian terhadap para calon Sekwan,” katanya.JERAM Banten minta adanya sedikit transparansi penyeleksian atas calon Sekwan Banten. “Sebagai warga masyarakat Banten kita ingin tahu parameter apa yang dipakai oleh komisi 1 dalam fit and proper test tersebut,” ujarnya. (nr)
sumber: Bantenlink.com

Jumat, 05 Oktober 2007

Keterlibatan Ayah Gubernur Banten Dalam Lahan KP3B

KAPOLDA DIDESAK TUNTASKAN KASUS KP3B

Jumat, 05-Oktober-2007, 08:56:16

SERANG – Tb Chasan Sochib mendesak Kapolda Banten agar menuntaskan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B).
Apalagi, sambung Chasan Sochib, bukti kasus tersebut berupa kuitansi pembayaran tanah dari Hj Ratna Komalasari telah dipegang oleh penyidik Polda. “Dengan bukti-bukti yang diserahkan, kami mohon kasus tanah KP3B segera dituntaskan,” kata Chasan Sochib, dalam surat klarifikasinya.
Selain itu, Chasan Sochib juga merasa perlu mengklarifikasi komentar Mas Imal Maliki di Radar Banten, Kamis (4/10). Menurut Tb Chasan Sochib, Mas Imal Maliki hanya mencari popularitas saja dengan mengirimkan surat kepada 18 instansi. Padahal, sambung Chasan Sochib, Mas Imal telah ditetapkan menjadi tersangka kasus tanah KP3B.
Sebelumnya diberitakan, Mas Imal Maliki membuat surat terbuka ke Gubernur Banten, Bupati Serang, Ketua DPRD Banten, dan Ketua DPRD Serang.
Dalam surat yang ditembuskan ke 18 instansi di antaranya ke Presiden, Kapolri, Jaksa Agung ini, Imal membeberkan ketidakberesan proses pembebasan lahan KP3B. (luk)

IMAL PERTANYAKAN PENGADAAN LAHAN KP3B
Kamis, 04-Oktober-2007, 07:31:30


SERANG – Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) makin menarik.
Pasalnya, salah satu tersangka, Mas Imal Maliki, malah membuat surat yang sifatnya terbuka ke Gubernur Banten, Bupati Serang, Ketua DPRD Banten, dan Ketua DPRD Serang. Dalam surat yang ditembuskan ke 18 instansi di antaranya ke Presiden, Kapolri, Jaksa Agung ini, Imal membeberkan ketidakberesan proses pembebasan lahan KP3B.
“Saya hanya berharap penanganan kasus KP3B tidak sepotong-potong, tapi sampai ke akar permasalahan. Maka dari itu, saya mengirimkan surat ke Gubernur Banten, Bupati Serang, Ketua DPRD Banten, dan Ketua DPRD Serang, yang berisi 8 point agar dijawab dengan penuh rasa tanggung jawab,” katanya saat menghubungi Radar Banten, Rabu (3/10).
Terurai dalam surat Imal yang pertama mempertanyakan keterlibatan H Chasan Sochib yang mengaku memiliki SK penunjukan pembebasan lahan KP3B. Padahal, SK Bupati nomor 11/ SKPL/ 2002 point 4, ditegaskan pembayaran ganti rugi tanah, tanam tumbuh, dan bangunan yang ada harus langsung kepada kepada pemilik tanah dan bangunan serta tidak dibenarkan dengan dalih apapun melalui pihak ketiga.
Kemudian, Imal juga mempertanyakan kepemilikan tanah Herlin Wijaya yang menguasai tanah 10 hektar dalam satu hamparan dan berada di KP3B. Padahal, sesuai dengan aturan kepemilikan tanah di atas 10 hektar harus ada izin dari Pemda.
Selanjutnya, Imal pun mempertanyakan peta KP3B yang tidak menerbitkan, mendaftar, dan menggambar hak-hak tanah secara utuh. Karena peta itulah, menurut Imal, terjadi ketimpangan hak warga.
Selain itu, Imal juga membeberkan keganjilan proses penetapan KP3B. Yakni, SK 95/ SK.IL-I/NF/2002 tentang izin PT Bahtera Banten Jaya, yang disetujui hanya dalam waktu tiga hari (masuk 2 Maret 2002 disetujui 5 Maret 2002). Untuk menguatkan alibinya itu, dalam suratnya, Imal juga melampirkan bukti-bukti yang mendukung. (luk)
sumber: Radar Banten

Kamis, 04 Oktober 2007

Interpelasi Soal Gedung DPRD


DPRD Bantah Interpelasi Terkait Ayah Atut

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten menilai rencana menginterpelasi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah terkait bobroknya pembangunan gedung DPRD tidak ada kaitannya dengan Tubagus Chasan Sochib selaku kontraktor pembangunan gedung tersebut.

"Yang kita permasalahkan dalam pengajuan hak interpelasi itu bukan Hasan Sohib sebagai kontraktornya secara langsung, tapi Gubernur Banten Atut Chosiyah selaku pengguna anggaran. Kami ingin menanyakan kenapa setelah menghabiskan anggaran hingga hampir Rp 100 miliar, kualitas gedung Dewan masih juga amburadul," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Banten, Sudarman, Kamis (7/6).

Hal ini dikatakan Sudarman menyusul reaksi Chasan Sochib, Diretur Utama PT Sinar Ciomas Raya Contractor, yang marah-marah dan menantang anggata Dewan untuk membuktikan gedung yang dibangunnya itu mengalami kerusakan. Sikap ini ditunjukkan Chasan Sochib setelah anggota DPRD Banten menggalang dukungan untuk mengajukan hak interpelasi terhadap Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Menurut Sudarman, dalam hubungan hirarki kedinasan antarlembaga pemerintahan, pernyataan tersebut sangat tidak relevan dan tidak ada kaitannya sama sekali. "Karena yang akan kita periksa dan akan kita mintakan penjelasannya secara langsung adalah soal penggunaan anggaran APBD yang dipakai untuk membangun gedung. Soal hubungan dengan kontraktor tentu bukan urusan Dewan tapi urusan pengguna anggaran dengan rekanannya," ujar Sudarman.

Hal senada juga diungkapkan pengusung usulan hak interpelasi Syaiful Rizal dari Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI). Dia mengatakan rencana penggalangan interpelasi semata-mata ditujukan kepada Gubernur selaku kepala daerah dan tidak ada kaitan dengan pelaksana proyek. "Kita juga hanya minta penjelasan," katanya.

Syaeful mengatakan pengajuan interpelasi bukan soal tantang-menantang, tapi semata-mata untuk meminta penjelasan soal pemakaian anggaran sehingga bisa terwujud fisik gedung yang memang masih banyak kekurangannya dan mulai mengalami retak di sana-sini.

"Datang saja sewaktu-waktu ke gedung DPRD dan lihat kondisinya, memang kondisi gedung amburadul dan sudah bocor-bocor," katanya. Menurutnya, pengajuan interpelasi justru untuk menjelaskan soal pembangunan gedung DPRD yang bermasalah. DPRD, lanjut Syaeful, tetap akan mengajukan hak interpleasi kendati timbul reaksi dari pembangun gedung Dewan.

Penganiyaan Pegawai Suami Atut



Kejadian: Kamis 8:43 WIB


Wagub Banten Dilaporkan Aniaya Pegawai HotelSemanggi,




Warta Kota - Karena diduga melakukan tindak pencemaran nama baik sertapenganiayaan, Wakil Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah (43),dilaporkan oleh Vinny Rahmalia (30) ke Mapolda Metro Jaya, Selasa(12/8) malam.


Vinny, karyawati di Hotel Kartika Chandra, dituduhberselingkuh dengan suami Ratu Atut Chosiyah.Menurut informasi yang dihimpun Warta Kota, Selasa sore, Ratu Atutmendatangi Vinny, yang baru saja selesai bekerja, di dapur (ruang701-702) Gedung Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, JakartaSelatan.


Semua yang ada di ruang itu tidak mengetahui maksudkedatangan Ratu Atut.Namun, begitu masuk, Ratu memanggil Vinny sambil berkata "Mana yang namanya Vinny?" Setelah itu, Vinny yang sedang mengambil air dari dapur, segera keluar untuk menghampiri orang yang memanggilnya.Begitu Vinny keluar. Ratu membentak dengan kata-kata kasar.


Ratu langsung menuduh Vinny telah berselingkuh dengan suaminya. Bahkan,dengan nada marah Ratu mendorong tubuh Vinny yang baru sajamenghampirinya.Belum puas mendorong Vinny, Ratu langsung menampar muka Vinny danmencakarnya. Padahal, menurut seorang rekan Vinny bernama Muftiharikepada polisi, Vinny justru bertanya dan belum sempat memberikanpenjelasan.


"Korban mengaku belum mengetahui apa maksud kedatangannya. Vinnyjustru semakin terkejut ketika terlapor langsung melabraknya sambilmemukul dan mencakar. Katanya, korban baru akan bertanya danmemberikan penjelasan. Tetapi kesempatan itu tidak ada, karenaterlapor terus menyerang," ujar petugas di Polda Metro Jaya.


Awalnya seorang rekan Vinny berusaha memisahkan. Tetapi usaha itusia-sia, karena Ratu terus memukuli Vinny. "Korban, yang lagi-lagibaru akan bertanya siapa Ratu, ternyata malah dipukul secara bertubi-tubi," kata petugas kepolisian itu.Bahkan, pelaku yang didorong hingga ke ruangan lain itu, dipukulbeberapa kali dengan sepatu. Ratu memukuli Vinny sambil terusmenuduh Vinny berselingkuh dengan suaminya.Berikutnya lebih parah. Ratu melemparkan gelas sebanyak tiga kali kearah Vinny yang terkena perut dan pinggangnya. Setelah itu, Ratumenendang paha kanan Vinny.


"Menurut korban, setelah puas melampiaskan kemarahannya, terlaporsegera meninggalkan ruangan tersebut. Sementara, koran masihterduduk menahan sakit akibat luka-luka yang dialaminya. Kemudiandua rekannya membawa korban ke rumah sakit dan mereka bertigamelapor ke polisi," ujar petugas lagi.Dari laporan polisi diketahui, Vinny mengalami luka memar di bagianmuka dan perut. Wajahnya pun tergores akibat cakaran Ratu. Bibir danmata Vinny pun luka. Polisi membenarkan adanya laporan tersebut.Untuk tindak lanjutnya, polisi akan memanggil Ratu dalam waktudekat. (cel)


sumber: Warta Kota

Ayah Kandung Gubernur Diperiksa Kejati Banten

Terkait Proyek JalanAyah Gubernur Banten Diperiksa di Kejati

Serang — Ayah kandung Gubernur Banten, Atut Chosiyah, Chasan Sochib, Kamis (27/9), dimintai keterangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten selama 3,5 jam sebagai saksi terkait dengan salah satu pengerjaan proyek jalan di selatan Provinsi Banten. Namun hingga malam, kejaksaan tak mau berterus terang soal proyek yang tengah diperiksa tersebut.
Tokoh karismatik yang juga Ketua Kadin Provinsi Banten ini datang ke Kejati Banten pukul 11 00 WIB ditemani beberapa karyawannya dengan menggunakan kendaraan bernomor polisi A 45 HC. Sesampainya di halaman kantor Kejati, Chasan Sochib langsung menuju ruang tunggu, kemudian tak lama masuk ke ruangan Kepala Kejati Banten dengan ditemani Asisten Intel (Asintel) Kejati Banten, Firdaus Dewilmar.
Sementara itu, beberapa orang yang dari awal mengantar dan menemani, hanya menunggu di ruang tunggu tamu dan ada beberapa menunggu di ruang ajudan Kajati Banten. Setelah selama kurang lebih tiga jam setengah, tepat pukul 15 30 WIB, Chasan Sochib keluar dari ruang kerja Kajati Banten Adjat Sudradjat.Bukan langsung pulang setelah keluar dari ruangan Kajati Banten, tetapi beberapa orang dari Intel meminta kepada Chasan Sochib untuk melakukan tanda tangan berkas dan diketahui berkas tersebut adalah berita acara perkara (BAP) pemeriksaan.
Setelah selesai melakukan penandatanganan BAP, Chasan yang mengenakan baju batik lengan panjang itu langsung diantar Firdaus Dewilmar menuju kendaraan pribadinya yang sudah menunggunya di depan pintu samping kantor Kejati Banten.Ketika dimintai keterangan, Chasan Sochib mengaku kedatangannya ke Kejati Banten ada kepentingan umat. “Saya datang ke Kejati Banten silaturahmi, mengurusi kepentingan umat,” katanya singkat seraya menuju dan naik ke kendaraannya.
Kasi Penerangan dan Hukum (Penkum, red) Kejati Banten, Mustaqim membenarkan kalau kedatangan Chasan Sochib terkait saksi salah satu pengerjaan proyek. “Yah betul, keterangannya yang disampaikan masih sebagai saksi, dan keterangan itu akan dikumpulkan nanti dengan keterangan saksi-saksi lainnya,” jelas Mustaqim di ruang kerjanya.Mustaqim mengaku belum mengetahui seperti apa hasil keterangan yang disampaikan Chasan Sochib kepada penyidik intel. “Saya belum tahu seperti apa, karena saya belum mengetahui hasil pemeriksaannya,” ujarnya.
sumber: HU Sore Sinar Harapan

Tersangka Koruptor Diusulkan Jadi Sekwan Banten



Komisi I DPRD Banten Rekomendasikan Tersangka Korupsi KP3B Rp 2,4 Miliar Jadi Sekwan


Serang — Komisi I DPRD Banten merekemondasikan Iya Sukiya, tersangka kasus dugaan korupsi lahan KP3B Rp 2,4 miliar menjadi Sekeretaris DPRD Banten ke Gubernur Banten. Saat ini Sukiya, mantan Kabiro Perlengkapan ini menjabat Kepala Dinas Perindagkop Banten.


Oleh : Andi / Rahman


Anggota Komisi I DPRD Banten, Dede Sukardi mengatakan, keputusan Komisi I dengan merekomendasikan, Iya Sukiya sudah final setelah dilakukan rapat pleno di Komisi I. “Rencananya besok (Kamis ini - red), akan dibawa rapat Panitia Musyawarah (Panmus,red) untuk diambil keputusan final,” terang Dede Sukardi, Rabu (3/10).


Sebelumnya, Kapolda Banten, Brigjen Timur Pradopo menegaskan, kasus tumpang tindihnya (double) pembayaran lahan seluas 6.065 m2 senilai Rp 2,4 miliar di Kawasan Pusat Pemerintahan (KP3B) di Desa Sukajaya, Kecamatan Curug, Kabupaten Serang tetap dilanjutkan. Polisi telah menetapkan 3 tersangka.


Ketiga tersangka itu adalah Iya Sukiya (mantan Kabiro Perlengkapan yang kini menjabat Kadisperindagkop), Imal Maliki yang mengaku sebagai pemilik tanah dan Beny Bernadi (Kasi Perkara BPN Kabupaten Serang). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan surat yang dikeluarkan Polda Banten Nomor LP/26/VI/2007/Resmin tanggal 11 Agustus 2007.


“Penyidikan masih terus kami lakukan dan sampai saat ini tim masih berkerja. Dalam kasus ini terdapat dugaan tindak pidana korupsi,” kata Brigjen Pol Timur Pradopo, Kapolda Banten di Markas Polda Banten, Selasa (2/10).


Menurut polisi, telah terjadi pembayaran dua kali (double) atas lahan sertifikat M86, yakni pada tahun 2002 kepada Ratna Komalasari, istri Chasan Sochib, ayahnya Atut Chosiyah (Gubernur Banten). Transaksi jual beli itu berlandaskan akta jual beli (AJB) dari pemilik lahan awal ke Ratna Komalasari. Pada tahun 2006, Pemprov Banten juga membayar lahan sertifikat M86 kepada Imal Maliki yang mengaku telah membeli tanah itu dengan sertifikat M86 atas nama Bambang Heriyanto. Pembayaran itu dilakukan atas usulan Kabiro Perlengkapan Pemprov Banten, Iya Sukiya.

Dua Kandidat


Keputusan dari Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD Banten setelah sebelumnya dilakukan fit and propertest terhadap dua calon yang datang, yaitu Iya Sukiya dan Kurdi Matin. Sementara kadidat satunya lagi yang diusulkan oleh Gubernur Banten kepada DPRD Banten, Eutik Suarta yang juga Kepala Biro Keuangan Pemprov Banten tidak hadir.


Menurutnya, rekomendasi itu setelah dilakukan beberapa pertimbangan seperti track record yang dimiliki oleh kedua calon Sekwan yang melakukan fit and propertest. “Pak Iya diangap mampu membangun komunikasi antara anggota DPRD Banten dengan kalangan eksekutif,” katanya.


Selain itu, Iya Sukiya yang saat ini tersandung masalah hukum dengan statusnya yang menjadi tersangka ditetapkan oleh Polda Banten masih menurut Dede, dianggap memiliki pengalaman dan loyalitasnya sudah tidak diragukan lagi. “Mengenai statusnya sebagai tersangka, saat ini belum ada ketetapan hukum, dan kalau memang dalam perjalanannya terbukti bersalah, bisa saja kita langsung melakukan pencopotan dan memilih Sekwan yang baru,” katanya.


Dalam pembahasan komisi I, status Iya sebagai tesangka hanya sebagai bahan informasi saja, tidak menajdi pertimbangan yang begitu penting. “Yang menjadi pembahasan adalah seputar mampu tidaknya seorang Sekwan bekerja, dimana kerja Sekwan sangat berat selain harus bisa bekerja dengan DPRD juga harus mempu berkomunikasi dengan kepala daerah di Eksekutif,” katanya.


Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Banten, Malawati membenarkan adanya agenda Panmus membahas rekomendasi Sekwan Banten. “Saya dengar Komisi I merekomendasikan Pak Sukiya, dan nanti besok memang ada agenda Panmus, bukan saja membahas mengenai Sekwan, tapi juga pergantian kepengurusan fraksi di PBR DPRD Banten,” kata Malawati saat dihubungi.


Rekomendasi itu katanya, belum tentu akan diamini dalam Panmus, pasalnya ada pendapat yang akan disampaikan dalam Panmus yang direncanakan akan dilakukan pada pukul 11 00 WIB, sebelum parat paripurna HUT Banten ke-7. “Bisa saja rekomendasi dari Komisi I itu bisa berubah dan merekomendasikan calon lainnya,” tandasnya.


Hal senada diungkapkan oleh wakil ketua DPRD Banten lainnya, Sadeli Kariem. Menurutnya, nama calon Sekwan Banten yang telah direkomendasikan oleh Komisi I bisa saja beralih kepada calon lainnya. “Bisa saja nanti yang akan menjabat Sekwan Banten di luar dari rekomendasi Komisi I DPRD Banten,” imbuhnya.


Sementara itu Iya Sukiya sebelumnya, mengaku dengan penetapan statusnya sebagai tersangka oleh Polda Banten tidak menganggu kinerjanya sebagai seorang pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Banten. Pasalnya persoalan hukum yang saat ini melandanya sudah diserahkan sepenuhnya kepada tim pengacaranya yang di ketuai oleh Syamsudin.


Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Banten, Sudarman menyayangkan rekomendasi Komisi I yang mengajukan Iya Sukya sebagai calon Sekretaris DPRD Banten, menggantikan Syarifial. “Sungguh tidak pantas. Masak, seorang tersangka dugaan korupsi diajukan menjadi calon Sekwan. Dari sisis moral, ini sudah tidak benar,” katanya.


Dia menegaskan, seandainya Sukiya menjadi Sekwan, kemudian polisi mengintensifkan penyelidikannya, maka dipastikan yang bersangkutan akan bertambah bebannya. “Meski dia mengaku tidak akan terganggu kinerja, paling tidak akan menjadi beban psikologis yang cukup berat. Lalu apa kata masyarakat Banten nantinya,” kata Sudarman. (nr)

sumber: bantenlink.com

Korupsi Tanah Pusat Pemerintahan Banten



Korupsi Tanah KP3B Rp 2,4 Miliar Dilanjutkan, 3 Pejabat Ditetapkan Jadi Tersangka



Serang — Kapolda Banten, Brigjen Timur Pradopo menegaskan, kasus tumpang tindihnya (double) pembayaran lahan seluas 6.065 m2 senilai Rp 2,4 miliar di Kawasan Pusat Pemerintahan (KP3B) di Desa Sukajaya, Kecamatan Curug, Kabupaten Serang tetap dilanjutkan. Polisi telah menetapkan 3 tersangka.


Oleh : Andi


Ketiga tersangka itu adalah Iya Sukiya (mantan Kabiro Perlengkapan yang kini menjabat Kadisperindagkop), Imal Maliki yang mengaku sebagai pemilik tanah dan Beny Bernadi (Kasi Perkara BPN Kabupaten Serang). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan surat yang dikeluarkan Polda Banten Nomor LP/26/VI/2007/Resmin tanggal 11 Agustus 2007.


“Penyidikan masih terus kami lakukan dan sampai saat ini tim masih berkerja. Dalam kasus ini terdapat dugaan tindak pidana korupsi,” kata Brigjen Pol Timur Pradopo, Kapolda Banten di Markas Polda Banten.


Disinggung adanya sidang perdata yang tengah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang antara Imal maliki dengan Chasan Sochib dan istrinya, Ratna Komalasiri dalam kasus yang sama, Kapolda menegaskan, proses penyidikian tetap jalan terus. “Itu kan perdata, silahkan saja lakukan perdata, tetapipolisi tetap melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi, apalagi tersangkanya sudah ada,” katanya.


Menurut Kapolda, ketiga tersangka tersebut telah melanggar pasal 2 jo pasal 31 UU RI tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.


Disinggung mengenai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tanpa dilengkapi berkas perkara, Kapolda mengaku belum mengetahui kelanjutan SPDP tersebut.


Secara terpisah, Iya Sukiya saat dihubungi, enggan memberikan penjelasan seperti apa kronologis pembayaran atas lahan di KP3B saat dirinya menjabat sebagai Kepala Biro Perlengkapan saat itu. Iya mengaku statusnya sebagai tersangka yang telah ditetapkan oleh Poda Banten tidak menganggu kinerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Banten.


“Insya Allah kinerja saya tidak terganggu, karena sekarang sudah ditangani oleh tim pengacara saya yang diketuai oleh Pak Syamsudin, kalau mau tahu secara detailnya tanya saja dengan pengacara saya,” terang Iya saat dihubungi lewat telpon genggamnya.


Keterangan yang dihimpun dari lingkungan kepolisian menyebutkan, kasus ini berawal dari sebidang tanah sertifikat nomor M86 atas nama Bambang Hariyanto. Tanah itu diaku Imal Maliki telah dibelinya, namun sertifikatnya hilang. Kehilangan sertifikat itu telah dilaporkan ke polisi. Imal berupaya mendapatkan sertifikat pengganti, namun Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak kunjung menerbitkan sertifikat pengganti tersebut.


Sementara itu, di atas tanah tersebut terjadi transaksi jual beli yang dibuktikan dengan sejumlah akta jual beli (AJB) yang ditandatangani Camat Curug. Tanah itu berpindah kepemilikan dari warga sebagai pemilik awal ke Ratna Komalasari, isteri dari Chasan Sochib, ayah Atut Chosiya (Gubernur Banten). Pada tahun 2002, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten membayar tanah tersebut ke Ratna Komalasari dalam rangka pengadaan lahan untuk KP3B. Belum diperoleh keterangan pasti, berapa uang yang dibayarkan atas tanah tersebut dari Pemprov Banten ke Ratna Komalasari.


Namun pada tahun 2006, Imal Maliki mengklaim tanah tersebut ke Pemprov Banten. Ketika Kabiro Perlengkapan dijabat Iya Sukiya, klaim itu dibayarkan dengan nilai Rp 2,4 miliar. Akibatnya, Pemprov Banten telah melakukan dua kali pembayaran terhadap lokasi tanah yang sama, yaitu sertifikat M86. (nr)


sumber: bantenlink.com

Ulah Chasan Sochib Ketika Di Bandung

Kamis, 02 Januari 2003

Hakim Kabulkan Gugatan PT SCRC
BANDUNG, (PR).-Karena dikalahkan dalam pelelangan projek jasa konstruksi gedung RSU Cibabat Cimahi, padahal perusahaannya adalah penawar terendah dalam lelang, Presdir PT Sinar Ciomas Raya Contractor (SCRC) Jawa Barat menggugat Pimbagpro Peningkatan Upaya Kesehatan RSU Cibabat Cimahi TA 2002 dan ketua panitia penyedia jasa/barang jasa lainnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Dalam sidang, Kamis (2/1), hakim PTUN Maria Mawarni, S.H., mengabulkan seluruh gugatan Presdir PT Sinar Ciomas Raya Contraktor Jawa Barat. Hakim juga menyatakan batal SK penetapan pemenang yang tertuang dalam Pengumuman Penyedia Jasa Konstruksi No. 21/GED-KES/VII/2002 tanggal 9 Juli 2002 beserta rekomendasi No. 59/VII/Pimpro/2002 tentang Persetujuan Pemimpin Bagian Projek Atas Calon Pemenang Penyedia Jasa Konstruksi tanggal 8 Juli 2002.
Dalam gugatannya, Presdir PT Sinar Ciomas, Prof. Dr. H. Tb. Chasan Sochib yang diwakili Dr. Gagan M. Prawira S., S.H., mengatakan bahwa pihaknya merupakan penawar harga terendah dalam lelang dengan nilai penawaran Rp 9.063.172.000,00. Akan tetapi, pihaknya yang berada pada urutan pertama justru dinyatakan kalah.
Menurut dia, setelah pembukaan dokumen penawaran, ketua panitia penyedia jasa/barang jasa lainnya bagian Projek Peningkatan Upaya Kesehatan RSU Cibabat Cimahi TA 2002 (tergugat II) melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang pertama PT Adhi Karya yang dalam pembukaan penawaran berada di urutan 6 dengan nilai penawaran Rp 10.002.187.000,00. Dari hasil evaluasi, Pimbagpro Peningkatan Upaya Kesehatan RSU Cibabat Cimahi TA 2002 mengeluarkan persetujuan No. 59/VII/Pimpro/2002 tanggal 8 Juli 2002.
Menurut Gagan, para tergugat telah salah melakukan penetapan PT Adhi Karya sebagai pemenang pertama dengan harga penawaran 100% dari owners estimate. Ia menilai, tergugat melanggar Bab II tentang Prosedur Pengadaan Barang, Jasa Pemborongan, dan jasa lainnya angka 9 huruf a 1-4 Perubahan Pedoman Pelaksanaan Petunjuk Teknis Keppres No. 18/2000 tentang Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah yang menyatakan dengan tegas, "Panitia menetapkan calon pemenang yang memasukkan penawaran yang menguntungkan negara."
Menanggapi putusan hakim PTUN, Gagan menyatakan bersyukur karena supremasi hukum telah ditegakkan. "Pejabat pemerintah supaya lebih berhati-hati di kemudian hari," tandasnya.
Bukan wewenang TUN.
Sementara itu, para tergugat yang diwakili kuasa hukum dari Kantor Hukum Pro Justitia, Warsiyatmo, S.H., dkk., dalam jawaban gugatannya menyatakan bahwa objek sengketa bukan wewenang PTUN. Objek sengketa berupa surat pengumuman pemenang penyedia jasa konstruksi belum bersifat final, karena itu pembatalannya bukan wewenang PTUN.
Tergugat mengatakan bahwa pengumuman pemenang lelang penyedia jasa konstruksi tersebut merupakan salah satu rangkaian proses prosedur pelelangan yang memerlukan SK penetapan penyedia barang jasa sebagaimana diatur dalam Keppres No. 18/2000 jo SK Bersama Menkeu RI dan Ketua Bappenas No. S-42/A/2000 dan No. S-2262/D.2/05/2000 dan karenanya tidak mengikat dan tidak menimbulkan akibat hukum kepada pihak-pihak peserta lelang, termasuk penggugat.
Kuasa hukum tergugat menilai, karena terhadap pengumuman pemenang lelang tersebut ada upaya penyelesaian administratif maka pengumuman lelang tersebut bukan objek sengketa TUN, dalam perkataan lain PTUN tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. (A-56)***
sumber: HU Pikiran Rakyat

Atut Restui Adik Iparnya, Airin Jadi Wakil Bupati Tangerang



SERPONG – Sepertinya, langkah politik Hj Airin Rachmi Diany sebagai bakal calon wakil bupati Tangerang periode 2008-2013 bakal mulus.
Ini setelah mendapat restu dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang merupakan kakak ipar Airin. Atut mengaku dirinya telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada Airin untuk maju di Pilkada Kabupaten Tangerang Januari 2008 mendatang.
“Sebagai hak seseorang untuk ikut dalam pesta demokrasi di Kabupaten Tangerang, saya pikir tidak ada salahnya selama memiliki tujuan yang baik. Insya Allah, saya dukung,” kata Atut, usai menghadiri Temu Nasional Teknologi 2007, di Gedung Puspiptek, Serpong, Kabupaten Tangerang, Selasa (31/7).
Dikatakan Atut, kehendak adik iparnya itu untuk maju di Pilkada Kabupaten Tangerang merupakan hak seseorang dalam berpolitik. Apalagi, Airin, sebagai satu-satunya perempuan yang sudah berani menunjukkan tekadnya dalam pertarungan politik lima tahunan. Ini terbukti keikutsertaannya dalam pencalonan di dua partai politik, yakni PDIP dan PPP. Tak hanya itu, Airin juga disebut-sebut bakal mendampingi Jazuli Juwaini, kader PKS yang diusung sebagai bakal calon bupati Tangerang. Saat ditanya soal kesiapan dukungan dalam materi, Atut belum berani mengatakannya. Karena kepastian Airin sendiri sebagai calon yang diusung partai politik sebagai calon wakil bupati, belum jelas.
“Saya hanya memberikan dorongan, karena itu merupakan niatan yang baik untuk kemajuan masyarakat Kabupaten Tangerang,” katanya. (jid)
sumber: Radar Banten

Rabu, 03 Oktober 2007

Chasan Sochib Versus Taufik Nuriman

Dua-duanya Mulai DiperiksaWakil Bupati dan Tokoh Jawara Saling Tuntut
Serang, Sinar Harapan - Perseteruan terus berlanjut antara Wakil Bupati Serang, Taufik Nuriman dan Chasan Sochib, ayah Ny. Atut Chosiyah, Wakil Gubernur Banten yang memangku jabatan penting di organisasi dunia usaha, kemasyarakatan dan keagamaan.
Setelah Taufik Nuriman jadi tersangka, kini status tersangka juga dikenakan kepada Chasan Sochib dalam kasus pencemaran nama baik yang dilakukam masing-masing pihak. Chasan Sochib datang ke Markas Polres Serang, Rabu (14/1) dan menjalani pemeriksaan selama 2 jam.
Polisi mengajukan 24 pertanyaan seputar pengaduan pencemaran nama baik yang dilakukan Wakil Bupati Serang, Taufik Nuriman yang masih tercatat sebagai perwira Kopassus. Namun Chasan tidak memberikan keterangan apa pun kepada wartawan. Di tempat terpisah, Taufik Nuriman mengakui pihaknya diperiksa polisi dari Polres Serang, Senin (12/1).
“Sebagai warga negara yang baik dan patuh terhadap hukum, saya datang memenuhi panggilan, didampingi pengacara saya, Dedy Haryadi SH,” katanya Rabu (14/1). Dia mengaku, dirinya menjadi tersangka atas pengaduan balik dari Chasan Sochib yang menuduh telah mencemarkan nama baik orang yang dianggap tokoh Banten. Pemeriksaan dilakukan selam 1,5 jam dengan 18 pertanyaan yang diajukan.
Padahal Taufik lebih dulu mengadukan pencemaran nama baik yang dilakukan Chasan Sochib terhadap dirinya. Balik MengadukanTaufik Nuriman mengadukan Chasan Sochib mencemarkan nama baiknya melalui suratnya tanggal 4 September 2003. Tindakan pencemaran nama baik itu dilakukan Chasan yang juga Ketua Kadinda Banten ketika menyatroni Fraksi ABK (Amanat, Bintang, Keadilan) di DPRD Banten, Rabu (3/9-2003), bersama lebih 50 pengusaha dan ratusan pendekar (jawara).
Kedatangan Chasan Sochib bersama kelompok yang sering disebut Kelompok Rawu ini dipicu pernyataan Fraksi ABK dalam pandangan fraksi-fraksi atas perubahan APBD 2003. Dalam pernyataannya, Fraksi ABK mensinyalir adanya praktik premanisme yang dilakukan kelompok dominan di Provinsi Banten. Fraksi ABK hingga sekarang tidak mau mencabut pernyataan tentang premanisme karena hal itu merupakan sikap resmi Fraksi ABK.
Dalam pertemuan dengan Fraksi ABK, Chasan Sochib menuduh Taufik Nuriman sebagai otak kasus penggelapan jatah beras untuk orang miskin (raskin). Tuduhan serupa ditujukan kepada Korps Mubaligh Banten (KMB). Akibat tuduhan tersebut, Taufik pun mengadukan pencemarna nama baik ke polisi. Namun Chasan Sochib pun melakukan strategi serupa. Dia mengadukan Taufik Nuriman telah melakukan pencemaran nama baik dalam pernyataannya secara terbuka di media massa maupun dalam pertemuan-pertemuan di lingkugan Setwilda Kabupaten Serang. Anehnya, status tersangka dikenakan kepada Taufik Nuriman lebih dulu, baru Chasan Sochib, meski Taufik lebih awal mengadukan. (imn)
sumber: HU Sore Sinar Harapan

Chasan Sochib: Aku Gubernur Jenderal



‘I am the governor general’ says local boss H.Tb. Chasan Sochib. He is a peculiar (or typical) type of local boss in decentralized Indonesia. How and why did he become so powerful?


By Okamoto Masaaki


Six years have passed since Soeharto’s fall paved the way for democratisation; three since Habibie’s rise opened the door to decentralization. While researchers have addressed local politics and decentralization in post-Suharto Indonesia, few have concentrated on the political dynamics and structures of any one locality. We have a general picture of regents (bupati) and mayors (walikota) behaving like ‘small kings’ (raja kecil) and local politicians desperate on bupati/walikota for money, but these do not provide a clear picture about who controls political and economic resources or how this takes place within the institutional setting of the regional autonomy law. The following sections trace the economic and political rise of one local boss in the Banten area: H.Tb. Chasan Sochib.


The New Order in Banten

The Banten area, previously a part of West Java province, is comprised of Serang, Lebak, Pandeglang and Tangerang regencies and the cities of Cilegon and Tangerang. The north is the rich industrial area while the south is poor and agricultural. The New Order regime in Banten cemented the ethnic divide between rulers and the ruled, which had its roots in the Dutch colonial period. Mainly Sundanese hold the important administrative and military positions of bupati, regional secretary and district military commander.


Bantenese informal leaders – Islamic teachers (ulama) and local strongmen (jawara) – were co opted into the political machines of the governing party, Golkar, in the early 1970s. In 1971 ulama were organized into the Ulama Work Squad (SatKar Ulama). Local Jawara were organized into the Martial Artist Work Squad (SatKar Pendekar) in 1972, renamed the Indonesian Union of Bantenese Men of Martial Arts, Art and Culture (PPPSBBI). Jawara are men of prowess in traditional selfdefence (silat) and wear black uniforms and carry machetes.


In Banten jawara are culturally recognized as robust and often reckless criminal types. The one hundred twenty- two PPPSBBI-affiliated silat schools in Banten were mobilized to support Golkar during the election, alongside the military and police. Chasan Sochib was the jawara who became the SatKar Pendekar’s general chairman and one of the executive committee members of the SatKar Ulama. He could act as a bridge between the military, bureaucracy and Golkar, and the Banten informal world. According to Chasan Sochib, three thousand jawara serve him and are on standby at all times.


Product of the New Order

Chasan Sochib was born in Serang regency in 1930. He attended Islamic boarding schools before joining a guerrilla warfare unit during the revolutionary period. His working life began in 1967, providing logistical support to the Siliwangi military division. Two years later he founded a construction company, PT Sinar Ciomas Raya, which frequently won government tenders for road and market construction projects. His involvements spread to the Krakatau Steel State Company, the largest steel company in Southeast Asia, and into tourism and real estate while holding key positions in associations such as the Regional and Central Chambers of Commerce and Trade (Kadin) and the Indonesian National Contractors’ Association (Gapensi), putting his men on their local executive committees. Certifications from Kadin and Gapensi are necessary for government procurement. Chasan Sochib utilized this to coordinate projects in the
Banten area. Coordination brought him more money; jawara under his control became his (sub) contractors and received a share of his profits.


Chasan Sochib’s activities are not limited to the jawara and business worlds. One of the founders of a private university and the Banten Museum, he remains the head of the Serang branch of Generation ‘45 (the committee for exindependent war fighters). He has become powerful in all aspects of Bantenese life; thus outsiders appointed as top bureaucrats relied on him and his network as a bridge to the Bantenese world. The fall of Suharto in May 1997 changed this informal governing system. Chasan Sochib, product of the New Order, was endangered.


Birth of the reformed Chasan Sochib The Reformasi echoed in Banten. Students mounted a nationwide protest movement against Suharto and his regime, demanding his resignation and the reformation of government. Student demonstrators criticized Chasan Sochib for his closeness to Suharto. He responded: ‘You know, Pak Harto (Suharto) is still our president. We should respect him!’ But his attitude changed when Suharto resigned. When students confronted him, he jumped on the Reformasi bandwagon. He quickly became reformed in utterance.


A favourable wind has blown for Chasan Sochib. The movement to establish Banten province began in February 1999, demanding the separation of the Banten area from West Java province. At first Chasan Sochib was far from supportive; his company was engaged in a large-scale road construction project by the West Java provincial government. When he realized that the movement had deep-rooted and wide support in Banten, he became an enthusiastic proponent. He became the general adviser to the Coordination Committee to Establish Banten Province (Bakor) in February 2000. Mass mobilization, money and lobbying the centre bore fruit. In October 2000, the law establishing Banten province passed in parliament. Thousands of Bantenese welcomed it and Chasan Sochib was on their side.


Entrenched power

Chasan Sochib turned to his old methods – reliance on jawara – to sway Banten province, first economically and then politically. Co-opted by the centrally appointed non-Bantenese province provisional governor to guarantee the security of the province, he was rewarded with numerous projects. He became the new Banten provincial branch head of Kadin and of Gapensi, and of the Construction Business Development Committee (LPJK).


He became politically powerful too. In December 2001, elections for provincial governor were held in the provincial parliament and a Javanese politician, Joko Munandar from the Development United Party (PPP) and Chasan Sochib’s political lay daughter, Atut Chosiyah from Golkar, won the governor and vice governorships. This would have been impossible without Chasan Sochib’s support and jawara pressure on parliamentarians.


Now Chasan Sochib could intervene in provincial government policies on personnel and budgeting. His construction company won tenders for the Banten Regional Police Headquarters, the Provincial Parliament, the Provincial Government Complex and several main roads at inflated prices. The provincial parliament is unable or unwilling to check his influence. Referring to the traditional market where Chasan Sochib and his associates have their offices, provincial legislators often say ‘We just wait for the agreement from the Rau’. Referring back to an earlier era, Chasan Sochib proudly stated: ‘I am actually the Governor-General. If he (Joko Munandar) goes wrong in leading Banten, I will correct him. As I am most responsible for him. He rose with my support.


Naturally there is opposition to

Chasan Sochib’s dominance in Banten. Ex-Bakor members have formed an anti-Chasan Sochib organisation, though it has remained ineffective thus far. Newspapers cannot be too critical of him; machetes may well be the reward for criticism. Conclusion The 2004 general election passed peacefully in Banten, though invalid votes reached two million out of about six million votes and jawara were dispersed to various parties. There was no large-scale violence as political parties committed themselves not to mobilize jawara. Chasan Sochib was one of the Golkar spokesmen. Golkar barely won with about 21% of the valid votes. Is this a problem for Chasan Sochib? Seemingly not, as he still keeps jawara in hand and holds top positions in business associations with his men on the board, keeps good relationships with the military and police and appoints his favourites to governorship.


Chasan Sochib or his successor’s dominance may fade if Bantenese stop considering jawara as legitimate leaders. If not, the same pattern will most likely continue.


Okamoto Masaaki is associate professor at the Center for Southeast Asian Studies, Kyoto University, Japan. He is finishing his dissertation on local politics in decentralized Indonesia.

okamoto@cseas.kyoto-u.ac.jp

Aksi Saat Peresmian Gedung Kejati Banten


JABAR & BANTEN
Rabu, 19 Maret 2003
M.A. Rahman, ”Jaksa di Daerah tidak Mandiri”Jakgung Resmikan Kejakti Banten
SERANG, (PR).-Jaksa Agung H.M.A. Rahman menilai, kinerja para jaksa di daerah tidak mandiri. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya jaksa yang berpedoman kepada budaya minta petunjuk kepada atasannya dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai penegak hukum.
”Saya berharap para jaksa di daerah dapat mandiri, jangan kalau ada apa-apa ‘merengek’ minta petunjuk kepada atasan,” tandas M.A. Rahman seusai meresmikan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten di Jalan Raya Pandeglang kilometer 4 Kelurahan Panancangan Serang, Selasa (18/3).
Dia meminta kepada para jaksa agar membuang jauh-jauh budaya minta petunjuk kepada atasannya. Sebaliknya, jaksa harus mandiri dan dapat memilah-milah hal yang perlu petunjuk atasan atau yang dapat dikerjakan sendiri.
Dalam kaitannya dengan peresmian kantor Kejati Banten, Rahman juga minta dukungan dari para ulama dan sesepuh Banten agar Kejati maupun para jaksa di Banten dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
Kajati Banten H. Madijan dalam sambutannya, terkesan masih ”merengek” minta bantuan kepada Jaksa Agung untuk mewujudkan rencana pembangunan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) di kompleks Kejati Banten tersebut.
Menurut dia, kantor Kejati Banten dibangun di atas tanah seluas 2,5 hektare lengkap dengan segala fasilitas, termasuk 33 rumah dinas untuk Kajati, para asisten, dan para kasi. Namun, sarana yang dibangun dengan biaya sekira Rp 6,4 miliar tersebut dinilai belum memadai karena belum dilengkapi sekolah. Untuk itu, Kajati minta agar Jaksa Agung memberikan bantuan dana untuk membangun TK itu.
Tentang pembangunan kantor Kejati, menurut Madijan, semula Gubernur Banten hanya memberikan lahan seluas 1,5 hektare. Sementara itu, berdasarkan DIP (Daftar Isian Projek), selain kantor Kejati, tercantum pula tentang pembangunan 33 rumah dinas yang lokasinya berdekatan dengan kantor Kejati.
Pendekar Banten
Dengan telah diresmikannya kantor Kejati Banten, Gubernur Banten Joko Munandar mengharapkan agar kejaksaan sebagai tempat penegakan hukum dan keadilan bisa lebih meningkatkan kinerja.
Dalam kesempatan itu, Jaksa Agung diangkat menjadi dewan kehormatan oleh para pendekar Banten. Dalam kesempatan tersebut, Ketua DPP Pendekar Banten, Prof. Dr.Hc. H. Tb. Chasan Sochib mengenakan pakaian kebesaran pendekar Banten dan menyematkan sejumlah tanda pengenal kepada Rahman.
Setelah itu, H. Chasan membacakan surat putusan DPP Pendekar Banten tentang pengangkatan Rahman sebagai dewan kehormatan para pendekar Banten. ”Jika saya diangkat menjadi dewan kehormatan, saya berarti harus memerhatikan. Apa baju ini harus dipakai terus, Pak” seloroh Rahman kepada Chasan dan para pendekar. (H-43)***
sumber: HU Pikiran Rakyat

Pengusutan Karangsari Dihentikan

LSM Pertanyakan Konsistensi Kejati SERANG – Simpang siur penyidikan dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari, Pandeglang, senilai Rp 5,2 miliar telah terjawab.
Kejaksaan Agung melalui Kejati Banten resmi mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan korupsi H AK Basuni Masyarief saat dikonfirmasi membenarkan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari. “Ini merupakan hasil ekspose Kejagung. Tembusan rekomendasi itu sudah kami terima tanggal 27 Juli lalu. Surat penghentian masih diproses oleh Aspidsus (Asisten Pidana Khusus),” kata Basuni kepada wartawan, Kamis (10/8). Dijelaskan pria yang juga menjabat sebagai Asisten Pengawas (Aswas) Kejati Banten, pihaknya sudah memeriksa saksi dan ahli. Namun, tak ditemukan dasar hukum untuk melimpahkan berkas ini ke pengadilan. Apalagi, audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak menemukan kerugian negara. “Kalau saya perhatikan, kasus ini bukan pidana, melainkan perdata. Karena kasus ini terkait sengketa tanah antara Pemkab Pandeglang dengan Omo, pemilik sertifikat tanah Karangsari. Apalagi ini diperkuat dengan adanya surat perdamaian dari PN Pandeglang antara Pemkab Pandeglang, Omo, dan H Chasan Sochib,” jelasnya. Dipertanyakan KONSISTENSI KEJATI Penghentian kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari senilai Rp 5,2 miliar mendapat reaksi dari beberapa elemen masyarakat. Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Suhada menyayangkan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi ini. “Kalau sampai kasus Karangsari dipetieskan, bagaimana dengan penanganan kasus korupsi yang lain?” katanya sinis. Dikatakan Suhada, dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jelas menyatakan bahwa dalam perkara ini negara dirugikan Rp 5 miliar. Apalagi sebelumnya, Kejati Banten sendiri pernah menyatakan bahwa pada kasus ini negara dirugikan Rp 3 miliar. “Saya menilai, Kejati Banten tidak konsisten dengan hasil penyidikannya sendiri,” tegasnya. Bukankah SP3 ini atas rekomendasi Kejagung? “Bagi kami, jangankan rekomendasi Kejagung, rekomendasi KPK sekalipun kami tetap pertanyakan logika hukumnya,” jawabnya. (luk)

sumber: Radar Banten

Danrem Hadiri Pelantikan PPPSBBI Banten

Senin, 28-Agustus-2006, 22:57:56


SERANG - Ketua Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten Indonesia (PPPSBBI) H Chasan Sochib, Jumat (25/8) malam, mewakafkan tanah untuk Perguruan Tinggi Islam KH Achmad Khatib di Desa Pasir Buyut, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, seluas 5 ribu m2, dan tanah wakaf jalan menuju masjid Jami Baitul Barokah, di Griya Baladika Asri, Drangong, selebar 5 meter dan panjang 200 meter.

Selain itu, diserahkan pula wakaf tanah seluas 2 hektar di Desa Kadu Agung, Baros, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak. Tanah ini nantinya digunakan untuk lokasi pembangunan Perguruan Tinggi Islam KH Tb Muhammad Khasan (bupati pertama Kabupaten Lebak.

Ketiga tanah tersebut masing-masing diterima oleh perwakilannya, yakni KH Tb Muhammad Yusuf untuk tanah di Kabupaten Lebak, KH Salman Al Farisyie untuk tanah di Jawilan, dan Samita, tanah di Drangong. Dalam rilisnya yang diterima Radar Banten, Senin (28/8), penyerahan tanah wakaf tersebut merupakan rangkaian dari peringatan HUT ke-30 PT Sinar Ciomas Raya Contractor (SCRC). Dalam acara tersebut, sekaligus dilantik pengurus Korda I PPPSBBI Provinsi Banten, masa bakti 2006-2011, yang dihadiri oleh Komandan Korem (Danrem) 064 Maulana Yusuf Kolonel Inf Harri Purdianto. (*/man)

sumber: Radar Banten

Chasan Sochib Kecam Bupati Pandeglang

Tidak hanya masyarakat dan para aktivis mahasiswa saja yang menolak rencana Pemkab Pandeglang menyewakan AMP. Para pengusaha jasa konstruksi juga mengecam dan mengkritik rencana tersebut.

Menurut Tb Chasan Sochib, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) Provinsi Banten, ambisi Bupati Pandeglang yang seolah-olah hendak menjadi kontraktor merupakan upaya mematikan pengusaha.

“Apalagi rencana tersebut didukung oleh oknum dewan. Alih-alih diberi penghargaan bapak pembangunan dari oknum Kadin, namun kenyataannya di lapangan masyarakat mendemo terus. Sebab, kenyataannya memang tidak sesuai dengan penderitaan masyarakat,” sindir Tb Chasan Sochib, dalam rilisnya, kemarin.

Saat ini, sambung Chasan Sochib, keinginan pihak pemkab melakukan kredit atau sewa AMP hanyalah alasan saja. Sebelumnya, Pandeglang pernah punya workshop tetapi hancur malah AMP-nya hilang. Chasan Sochib juga mengritik ketua DPRD Pandeglang yang hanya menyampaikan dukungan tanpa mengkaji dahulu.

“Saya juga khawatir Bank Jabar Pandeglang akan menjadi korban ambisi Bupati. Sebab, dikhawatirkan jika memang kredit AMP diberikan, maka dalam jangka waktu 5 tahun tidak akan mampu dikembalikan. Kecuali bupati memang ingin jadi pemborong bersama oknum,” kata Chasan Sochib.

Berdasarkan analisisnya, mengelola AMP sangat ruwet dan tidak mudah. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki (Chasan Sochib mempunyai 4 AMP), untuk biaya pemeliharaan dan membayar honor tenaga pelaksananya saja tutup lobang gali lobang.”Padahal saya mengelolanya dengan system swasta. Bagaimana pula jika PU yang yang mengelolanya. Sudah pasti tidak akan kembali modal. Jadi saya kira ini rencana dan akal-akalan oknum eksekutif dan legislative Pandeglang saja dalam membantai para pengusaha daerah dan KKN di Bank Jabar Pandeglang,” pungkasnya. (*/zis)

sumber: Radar Banten

Kadin Kritisi Kepemimpinan Gapensi Banten

Selasa, 01-Agustus-2006, 06:23:26


CILEGON – Hasil Muscab Gapensi Provinsi Banten yang kembali memutuskan Chasan Sochib sebagai ketua menuai kritikan tajam dari jajaran pengurus Kadin Cilegon. Wakil Ketua Kadin Cilegon Ahmad Sudrajat menilai, terpilihnya kembali Chasan Sochib sebagai bukti tidak adanya upaya regenerasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu.

“Padahal sudah saatnya kader-kader muda maju. Ini jelas sangat mempermalukan Banten, seolah-olah tidak ada kader lain. Harusnya ada estafet kepemimpinan,” tegas Ahmad, Senin (31/7). Bahkan, kata dia, dengan terpilihnya kembali Chasan Sochib, sejumlah industri di Cilegon juga sempat mempertanyakannya. “Kalangan industri melihatnya di Banten sudah tidak ada orang lain. Kalau sudah begini mau bilang apa,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan Ketua Kadin Cilegon Sam Rahmat. Pihaknya malah melihat terpilihnya Chasan Sochib sebagai bukti tidak berjalannya demokrasi di Banten. Bahkan, ia menengarai ada upaya-upaya pihak tertentu yang sengaja menjegal kader lain untuk maju dalam pemilihan ketua Gapensi Banten. “Saya tidak mempersoalkan siapapun yang terpilih, tetapi tetap harus mengedepankan proses demokratisasi, tidak harus ada status quo seperti itu, semua orang mempunyai hak yang sama,” tegasnya. (aby)

sumber: Radar Banten

Chasan Sochib Kembali Pimpinan Gapensi Banten

Senin, 31-Juli-2006, 06:49:17


SERANG - Ketua Badan Pengurus Daerah Gabungan Pengusaha Nasional Seluruh Indonesia (BPD Gapensi) Banten, kembali dijabat Tb Chasan Sochib yang terpilih dalam Musyawarah Daerah II Gapensi Provinsi Banten.

Musda II BPD Gapensi digelar 28-29 Juli lalu. Tb Chasan Sochib yang terpilih secara aklamasi dilantik Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gapensi Agus G Kartasasmita, Sabtu (29/7), di Cilegon.

Ketua Umum BPP Gapensi Agus G Kartasasmita mengaku kagum atas prestasi yang diraih BPD Gapensi Banten sebagai BPD Gapensi terbaik se-Indonesia di bidang administrasi. Gapensi Banten diharapkan dapat melakukan kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah dan mampu lebih meningkatkan kualitas dan kinerja yang lebih baik. Sementara DPC Gapensi Cilegon tidak memberikan dukungannya terhadap Chasan Sochib. Sekretaris DPC Gapensi Cilegon Epi Syaifullah, gatakan pemilijan tidak demokratis. (aby)

sumber: Radar Banten

Korupsi Tanah KP3B Rp 2,4 Miliar Dilanjutkan, 3 Pejabat Ditetapkan Jadi Tersangka

Serang — Kapolda Banten, Brigjen Timur Pradopo menegaskan, kasus tumpang tindihnya (double) pembayaran lahan seluas 6.065 m2 senilai Rp 2,4 miliar di Kawasan Pusat Pemerintahan (KP3B) di Desa Sukajaya, Kecamatan Curug, Kabupaten Serang tetap dilanjutkan. Polisi telah menetapkan 3 tersangka.

Oleh : Andi

Ketiga tersangka itu adalah Iya Sukiya (mantan Kabiro Perlengkapan yang kini menjabat Kadisperindagkop), Imal Maliki yang mengaku sebagai pemilik tanah dan Beny Bernadi (Kasi Perkara BPN Kabupaten Serang). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan surat yang dikeluarkan Polda Banten Nomor LP/26/VI/2007/Resmin tanggal 11 Agustus 2007.

“Penyidikan masih terus kami lakukan dan sampai saat ini tim masih berkerja. Dalam kasus ini terdapat dugaan tindak pidana korupsi,” kata Brigjen Pol Timur Pradopo, Kapolda Banten di Markas Polda Banten.

Disinggung adanya sidang perdata yang tengah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang antara Imal maliki dengan Chasan Sochib dan istrinya, Ratna Komalasiri dalam kasus yang sama, Kapolda menegaskan, proses penyidikian tetap jalan terus. “Itu kan perdata, silahkan saja lakukan perdata, tetapipolisi tetap melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi, apalagi tersangkanya sudah ada,” katanya.

Menurut Kapolda, ketiga tersangka tersebut telah melanggar pasal 2 jo pasal 31 UU RI tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Disinggung mengenai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tanpa dilengkapi berkas perkara, Kapolda mengaku belum mengetahui kelanjutan SPDP tersebut.

Secara terpisah, Iya Sukiya saat dihubungi, enggan memberikan penjelasan seperti apa kronologis pembayaran atas lahan di KP3B saat dirinya menjabat sebagai Kepala Biro Perlengkapan saat itu. Iya mengaku statusnya sebagai tersangka yang telah ditetapkan oleh Poda Banten tidak menganggu kinerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemprov Banten.

“Insya Allah kinerja saya tidak terganggu, karena sekarang sudah ditangani oleh tim pengacara saya yang diketuai oleh Pak Syamsudin, kalau mau tahu secara detailnya tanya saja dengan pengacara saya,” terang Iya saat dihubungi lewat telpon genggamnya.

Keterangan yang dihimpun dari lingkungan kepolisian menyebutkan, kasus ini berawal dari sebidang tanah sertifikat nomor M86 atas nama Bambang Hariyanto. Tanah itu diaku Imal Maliki telah dibelinya, namun sertifikatnya hilang. Kehilangan sertifikat itu telah dilaporkan ke polisi. Imal berupaya mendapatkan sertifikat pengganti, namun Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak kunjung menerbitkan sertifikat pengganti tersebut.

Sementara itu, di atas tanah tersebut terjadi transaksi jual beli yang dibuktikan dengan sejumlah akta jual beli (AJB) yang ditandatangani Camat Curug. Tanah itu berpindah kepemilikan dari warga sebagai pemilik awal ke Ratna Komalasari. Pada tahun 2002, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten membayar tanah tersebut ke Ratna Komalasari dalam rangka pengadaan lahan untuk KP3B. Belum diperoleh keterangan pasti, berapa uang yang dibayarkan atas tanah tersebut dari Pemprov Banten ke Ratna Komalasari.

Namun pada tahun 2006, Imal Maliki mengklaim tanah tersebut ke Pemprov Banten. Ketika Kabiro Perlengkapan dijabat Iya Sukiya, klaim itu dibayarkan dengan nilai Rp 2,4 miliar. Akibatnya, Pemprov Banten telah melakukan dua kali pembayaran terhadap lokasi tanah yang sama, yaitu sertifikat M86. (nr)

sumber: bantenlink.com