Kamis, 17 Maret 2005 14:07 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Lembaga Advokasi Masalah Publik (LAMP) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi tanah Karangsari di Kecamatan Pandeglang, Banten senilai Rp 5 miliar.
Kasus korupsi dana yang digunakan dalam APBD 2002 itu semula dialokasikan untuk penambahan dan perbaikan jalan raya Serang-Pandeglang. "Kami sudah melaporkan hal ini ke KPK dan Kejati, tetapi tidak ditanggapi secara serius," kata Suhada, Direktur Eksekutif LAMP, di Serang Kamis (17/3).
Dalam laporan yang disampaikan LAMP kepada KPK dan Kejati Banten, terlampir surat permintaan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Billy Joedono pada Juni 2003 yang meminta Kejaksaan Agung mengusut kasus tanah Karangsari. Selain terbukti menyimpangkan uang APBD, juga terjadi dua kali pembayaran atas tanah seluas 2,24 hektare.
Tanah itu pernah dibeli Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang dari warga setempat, kemudian dikuasai Chasan Sochib, ayah Ny Atut Chosiyah, Wakil Gubernur Banten. Pada 2002, Pemkab Pandeglang membeli kembali tanah itu dari Chasan Sochib. Uang pembelian itu diperoleh dari dana APBD Provinsi Banten melalui permintaan Bupati Pandeglang, Achmad Dimyati Natakusumah.
Sementara itu, Kepala Kejati Banten, Kemas Yahya Rahman menolak jika penanganan kasus lahan Karangsari dinyatakan tidak jelas. "Untuk saat kasus kami sudah memeriksa 10 orang saksi. Calon tersangkanya juga sudah ada. Tunggu sajalah," kata Kemas.
Selain memeriksa 10 orang saksi, Kejati juga telah mengirimkan surat izin pemeriksan Wakil Bupati Pandeglang Mudjio Satari ke Presiden. Menurut Kemas, bila izin pemeriksaan itu keluar, Mudjio Satari akan diperiksa karena yang bersangkutan telah menerima dana Rp 5 miliar untuk pembayaran kompensasi pelepasan lahan tersbut.
Kejati menilai, dalam kasus ini ditemukan bentuk penyalagunaan anggaran, diantaranya Rp 3,5 miliar anggaran yang dipakai untuk membayar kompesasi lahan berasal dari anggaran proyek APBD Banten 2003, sisanya Rp 1,5 miliar diambil dari APBD Kabupaten Pandeglang."Aneh memang, kenapa tiba-tiba Pemerintah Provinsi Banten ikut-ikutan mengeluarkan dana untuk membayar lahan tersebut. Yang lebih fatal lagi, ternyata lahan yang dibebaskan itu sampai saat ini tidak jelas keberadaannya," kata Kemas.
Kemas mengatakan, kasus Karangsari berawal dari persengkataan antara H Omo pemilik lahan dengan H Tububagus Chasan Sochib dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang. Pada 2002 lalu kasus persengketaan ini kemudian masuk ke Pengadilan Negeri Pandeglang. Tapi saat persidangan berjalan, ketiga pihak, (H Omo, Chasan Sochib dan Pemda Pandeglang) sepakat islah.
Saat itu disepakati pemerintah membayar kompensasi pelepasan lahan Karangsari Rp 5 miliar kepada pemilik lahan H Tubagus Chasan Sochib. Anehnya, belakangan hari diketahui dana Rp 5 miliar untuk pembayaran lahan itu Rp 3,5 miliar diantaranya berasal dari APBD Provinsi Banten. "Dana itu seharusnya untuk membiayai proyek pembebasan ruas jalan Serang-Pandeglan, namun dialihkan untuk membayar kompensasi pelepasan ke pemiliknya yakni H Hasan Sochib," kata Kemas, seraya mengatakan, tidak menutup kemungkinan pihaknya juga akan memeriksa Wakil Gubernur.
Sampai laporan ini ditulis, Ratu Atut Chosiyah belum bisa ditemui, Namun sebelumnya, Wawan Herdana adik kandung Atut Chosiyah mengatakan, pengeluaran dana Rp 3,5 miliar itu dilakukan atas permintaan Bupati Pandeglang, Dimyati Natakusuma. "Saya punya bukti-buktinya, Bupati Pandeglang mengirim surat untuk meminta agar dana pembebasan lahan dialihkan untuk membebaskan lahan Karangsari. Kalau tidak begitu tidak mungkin Ibu Wagub berani mendisposisikan pengalihan dana proyek itu," kata Wawan.
Faidil Akbar
1 komentar:
Ratu Atut Chosiyah belum bisa ditemui, Namun sebelumnya, Wawan Herdana adik kandung Atut Chosiyah"
Tulis nama saja salah bagaimana mau kasih berita yang benar..
Posting Komentar