Rabu, 03 Oktober 2007

Pengusutan Karangsari Dihentikan

LSM Pertanyakan Konsistensi Kejati SERANG – Simpang siur penyidikan dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari, Pandeglang, senilai Rp 5,2 miliar telah terjawab.
Kejaksaan Agung melalui Kejati Banten resmi mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan korupsi H AK Basuni Masyarief saat dikonfirmasi membenarkan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari. “Ini merupakan hasil ekspose Kejagung. Tembusan rekomendasi itu sudah kami terima tanggal 27 Juli lalu. Surat penghentian masih diproses oleh Aspidsus (Asisten Pidana Khusus),” kata Basuni kepada wartawan, Kamis (10/8). Dijelaskan pria yang juga menjabat sebagai Asisten Pengawas (Aswas) Kejati Banten, pihaknya sudah memeriksa saksi dan ahli. Namun, tak ditemukan dasar hukum untuk melimpahkan berkas ini ke pengadilan. Apalagi, audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tak menemukan kerugian negara. “Kalau saya perhatikan, kasus ini bukan pidana, melainkan perdata. Karena kasus ini terkait sengketa tanah antara Pemkab Pandeglang dengan Omo, pemilik sertifikat tanah Karangsari. Apalagi ini diperkuat dengan adanya surat perdamaian dari PN Pandeglang antara Pemkab Pandeglang, Omo, dan H Chasan Sochib,” jelasnya. Dipertanyakan KONSISTENSI KEJATI Penghentian kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Karangsari senilai Rp 5,2 miliar mendapat reaksi dari beberapa elemen masyarakat. Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) Suhada menyayangkan penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi ini. “Kalau sampai kasus Karangsari dipetieskan, bagaimana dengan penanganan kasus korupsi yang lain?” katanya sinis. Dikatakan Suhada, dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) jelas menyatakan bahwa dalam perkara ini negara dirugikan Rp 5 miliar. Apalagi sebelumnya, Kejati Banten sendiri pernah menyatakan bahwa pada kasus ini negara dirugikan Rp 3 miliar. “Saya menilai, Kejati Banten tidak konsisten dengan hasil penyidikannya sendiri,” tegasnya. Bukankah SP3 ini atas rekomendasi Kejagung? “Bagi kami, jangankan rekomendasi Kejagung, rekomendasi KPK sekalipun kami tetap pertanyakan logika hukumnya,” jawabnya. (luk)

sumber: Radar Banten

Tidak ada komentar: